02/04/11

tanya tentang petani


Lagi-lagi membagi kebingungan..bukan saja menulis dengan bingung, memikirkannyapun membuat saya semakin gung lewang lewung... tepatnya setelah seminar untuk skripsi hingga bab 3 yang lalu, akhirnya justru ada beberapa kbingungan yang semula tidak ada...beberapa hal tersebut (yang sedikit mengganjal) :

  • tulisan saya mengenai survival strategy petani menghadapi rezim formalitas mekanisme perencanaan pembangunan (musrenbang), maka bahasan tentang resistensi petani SAYA anggap masuk sebagai salah satu wujud survival strategy namun lebih radikal, benarkah demikian..?
  • yang saya tangkap dari masukan penguji saat seminar adalah, bahwa survival strategy adalah bahasan untuk (salah satunya) mengenai migrasi, termasuk dengan sistem remittance atau mekaisme uang kiriman dan sbg..tapi, survival strategy tetap menjadi konsep untuk menunjukkan respon atau upaya petani 'mengakali kondisi' atau kesulitan hidup bukan..??atau bukan demikian ?
  • haruskah ada konflik terbuka secara konkrit (misalnya perlawanan terbuka petani, atau perebutan lahan petani dengan pihak perkebunan,dsb) sebelum munculnya resistensi ? bagaimana jika resistensi hanya (tiba-tiba) muncul akibat sistem perencanaan pembangunan yang sudah tidak dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat kecil, bisakah ?
  • yang saya tau, banyak sekali wujud resistensi petani, misal tentang upaya penguatan kapasitas kelembagaan melalui LSM, atau upaya belajar mandiri dengan fasilitator, dan banyak lainnya, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa reaksi petani tidak selamanya berwujud demikian, jadi apakh reaksi hanya dengan nrimo/pasrah dan berdiam diri tanpa perlawanan dapat dikategorikan sebagai wujud reaksi dalam konsep resistensi/survival strategy ?
  • untuk persoalan konseptual, apakah survival strategy dan resistensi adalah dua konsep atau teori yang berbeda, atau salah satu konsep adalah wujud/induk/cabang dari yang lainnya?

Bismillah, semoga ada yang bisa membantu..karena bacaan yang saya temukan di banyak literatur, jurnal, maupun artikel-artikel lepas di blog pribadi dan kajian-kajian di internet sebenarnya sudah memberi gambaran, namun saya perlu meyakinkan diri dengan sumber yang secara langsung tau tentang kebingungan saya tersebut...

*masih terus belajar..

01/04/11

Mencicil Dari yang Kecil

Semakin dewasa..semakin saya sadar susahnya cari uang..yaa, bukan kali ini saja sebenarnya kesadaran itu ada..namun ketika pergaulan semakin luas, dan beragam pengalaman yang saya rasakan..semakin banyak keinginan untuk melakukan sesuatu…untuk segera berkiprah entah dimana..atau segera beranjak dari ‘ketergantungan finansial’…

Jujur saja, hingga detik ini saya tercatat ‘hanya’ sebagai mahasiswa biasa dengan kesibukan akademis yang tidak terlalu eksis di ranah wirausaha atau kerja sana-magang sana..dsb..Padahal di relung hati saya yang paling dalam..jujur, saya sangat ingin menjajal dunia tersebut, dunia dimana kepekaan insting dagang harus terus dimainkan, dan dunia penuh kesabaran dan pantang menyerah..menebar CV ke perusahaan, pusat studi, atau instansi untuk permohonan kerja sementara..

Itulah..sebenarnya yang melatarbelakangi kegiatan saya akhir-akhir ini..ya..mulai mencicil dari yang kecil..dagang online pernik-pernik wanita disini, sampai ikut riset di pusat studi (kalau ini pasti menghasilkan uang + pengalaman), dan nyatanya hanya itu yang baru saya coba. Walaupun melelahkan, karena saya hanya berdua menjalankan bisnis

online kecil-kecilan itu, namun ada kepuasan dan rasa penasaran untuk kembali lagi menekuni dan menseriusi hal-hal semacam ini. Walaupun amat melelahkan juga ikut riset di lembaga studi, karena saya harus rela menerima penolakan, godaan, dan sinisme tak beraturan dr responden-responden yang tidak punya rasa kasian..
Aah, dilemanya anak kuliahan..cari kerja hanya bisa yang part time-an, sekali-kali dagang untungnya cuma buat jajan semingguan..ikut riset juga melulu hanya dapat peran di lapangan..(kalau yang ini, pasti keluhan dari mahasiswa kurang pengalaman..).
Tapi..apapun hasilnya..yang penting tetap itu menghasilkan, entah uang atau ‘hanya’ pengalaman..setuju ? berapapun jumlahnya, yang penting itu tetap hasil jerih payah yang tidak boleh disepelekan..harus setuju ! Jadi, mulailah mencicil dari yang kecil..