20/01/11

menikmati 'sendiri'

Setiap orang membutuhkan apa yang biasa kita dengar dengan ‘privasi’..ada yang mengartikannya dengan ruangan sendiri, waktu menyendiri, atau kalangan terbatas, yang artinya tak jauh dari makna pembatasan diri dari unsur-unsur asing di luar diri dan lingkaran nyamannya. Tak semudah yang dibayangkan, terkadang mencapai sebuah privasi sulitnya bukan main. Jangankan seorang public figure yang kemanapun adanya dirinya selalu dikenal, seorang biasa seperti saya, kita, dan anda yang merasa sebagai orang biasa pun tak jarang sulit menikmati privasi.
Karena privasi tidak lagi terbatas pada makna kesendirian, namun lebih jauh membawa kita pada kondisi yang terbebas dari pantauan orang-orang terdekat, jejaring sosial, alat komunikasi, bahkan lingkungan di sekeliling kita berdiam diri.
Entah apakah anda merasakannya, namun saya pernah merasa amat membutuhkan privasi di tengah padatnya rutinitas, bersosialisasi, monitoring langsung via telephone dari manapun mereka, hingga tekanan deadline kuliah dan... (mungkin masih banyak ‘unsur-unsur lain’ yang menguras habis kebebasan saya). Bukan berarti saya menginginkan kesendirian atau kesepian, namun kadang kala (dengan intensitas yang amat jarang) saya butuh perhatian lebih untuk diri saya sendiri yang artinya saya butuh sendiri (mungkin ini yang saya sebut ‘privasi’).
Disinilah,seringkali saya memutar otak untuk ‘hal tidak penting ini’. Entah di pagi, siang, sore maupun malam hari, tak jarang saya mendadak memiliki keinginan untuk menciptakan kesendirian. Bergegas pergi seorang diri dengan motor matic saya adalah satu pilihan yang paling saya rekomendasikan untuk menikmati kesendirian. Dengan catatan anda bukanlah orang yang mudah melamun, atau terlena ketika sedang sendiri, karena jika demikian cara yang satu ini sangat tidak dianjurkan. Bayangkan, apa yang terjadi dengan laju kendaraan bermotor di tengah keramaian kota ketika sang pengemudi melamun...!?

Beruntung saya menghabiskan 3 tahun belakangan di kota ini, sejuk ketika malam, agak menyengat di waktu siang, dan tak terlampau ramai untuk ukuran sebuah kota besar. Dengan ritme kota yang tenang, satu pilihan menarik untuk dapat berkendara sendirian di waktu-waktu senggang. Dijalanan inilah saya biasa berbasa-basi dengan kesendirian, menikmati sengatan mentari, atau hembusan angin dari dinginnya kota di waktu malam sudah biasa saya rasakan. Meskipun ada keramaian di sekeliling saya, namun disinilah saya merasa menikmati seutuhnya diri saya dengan semua beban pikiran yang tengah melanda. Satu-dua tikungan terlampaui, satu-dua masalah teratasi, satu-dua senyum terukir, satu-dua tetes air mata bergulir..

"..dan di jalan inilah, di tengah keramaian malioboro (yang sangat jauh dari kesan sepi), menjadi satu rute favorite saya memecah kepenatan dan kebisingan hidup dengan ‘menyendiri’..."
Saya menginginkannya lagi, sendiri melewati jalanan yang tak sunyi..di atas roda kendaraan yang terus berputar..membawa saya dalam keheningan, kesendirian..namun tidak dengan tetesan air mata kepedihan..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar