Dalam tulisan ini, saya ingin berbagi mengenai mereka semua yang hingga hari ini mengisi hidup saya. Entah siapapun yang saya tulis, tidak lantas menunjukkan hanya orang tersebut yang saya anggap ada, namun mungkin hanya karena masalah teknis hingga akhirnya nanti saya bagi semua cerita tentang mereka dalam kacamata saya.
Cerita 1
Keluarga adalah salah satu yang kekal saya miliki. Bagaimana saya akhirnya bersama mereka sebagai satu keluarga adalah satu alur takdir indah yang memang harus saya lalui. Keluarga bagi saya adalah kekuatan dan semangat untuk menghadapi hari esok. Berinteraksi dengan keluarga adalah satu kerinduan dan rutinitas yang selalu menjadi agenda wajib di dalam pikiran saya.
Keluarga adalah lingkungan terdekat saya, dan perasaan tersebut tetap ada walaupun ketika saya tidak sedang bersama mereka. Ada sebuah kehangatan yang saya rasakan ketika berbincang dan bersama mereka. Saya merasa saat ini merekalah yang menerima saya dengan tulus apa adanya. Tidak ada keraguan bagi saya sedikitpun untuk mengatakan bahwa hubungan kami adalah satu dari banyak hal indah selama 20 tahun ini.
Cerita 2
Ketika saya berusia 3 tahun hingga menginjak usia SD adalah masa kecil saya yang sangat indah. Seperti halnya anak-anak lain seusia saya ketika itu, saya benar-benar memanfaatkan dengan baik masa itu. Semua permainan, pengalaman dan segala kisah khas anak kecil saya alami, termasuk masa dimana saya merasakan bahwa teman-teman masa kecil saya adalah segalanya. Berlebihan memang, tapi begitulah rasanya. Menurut saya adalah hal yang wajar bagi anak kecil untuk lebih memilih hal-hal yang berhubungan dengan bermain dan bersenang-senang daripada rutinitas dalam keluarga. Namun rasa itu kian hilang saat usia juga semakin bertambah.
Sekelumit kisah saya pada masa itu sangat berhubungan dengan nama-nama berikut, Mba Tia, Mba Nina (alm), mas Dian, Priak, Iis, Iin, Mas Ayak, dan banyak lainnya. Walaupun saat ini jika kami berpapasan tidak ada lagi kehangatan masa kecil yang saya rasakan, kedewasaan telah mengubah hubungan kami.
Sedikit cerita masa kecil saya dengan orang-orang tersebut tergambar dalam permainan petak umpet, rok sen (galasin), bola bekel, rok-rok_an (mainan kertas), roti-rotian (dengan adonan tanah), buka perpustakaan majalah Bobo, main di atap rumah, bersepeda di TPS (tempat pembuangan sampah), memburu yuyu (kepiting) di sungai, loncatan (lompat tali), berjualan mainan, demam sepatu roda, dan banyak lainnya. Termasuk pada waktu itu tiap tahunnya kami selalu menyambut peringatan 17-an dengan sangat antusias. Tidak sedikit dari kami, laki-laki atau perempuan menampilkan tarian dalam pentas seni 17an di tingkat RW. Hingga tiap harinya kami rela menyita waktu bermain untuk latihan rutin di rumah salah satu teman demi pementasan 17an. Begitu indah masa kecil saya. Satu lagi cerita yang saya ingat, ketika Bulan Ramadhan tiba, kami selalu berkumpul setiap sore di mushala Al-Hidayah untuk tadarusan. Pada masa itu mushala sangat ramai dengan anak-anak yang mengaji bergiliran dengan pengeras suara, hingga ritual berbuka bersama di mushala bersama bapak-bapak dan ibu-ibu. Yang saya rasakan, masa itu saya benar-benar hidup sebagaimana layaknya anak kecil, polos, lugu, ceria, aktif, dan bermain. Masa kecil saya adalah satu fase dari masa kecil yang seutuhnya. Pada masa kecil saya, semua mainan tersedia, lagu anak-anak ada, bahkan acara di televisi sangat banyak acara diperuntukkan untuk anak-anak.
Sedih saya melihat realita saat ini, dimana dunia anak-anak saya seolah sudah hilang tak berbekas. Jujur, tak lagi saya menemui keriuhan suara anak-anak di waktu sore atau hari-hari libur di dekat tempat tinggal saya untuk bermain lompat tali, petak umpet atau bercanda bersama. Jarang pula saya dengar lagu anak-anak didendangkan bersama-sama seperti kami dahulu. Tidak ada pula kehangatan menyambut peringatan 17an seperti kami dulu. Masa memang telah berganti, tapi pada awalnya saya mengira bahwa perubahan hanya dilalui oleh masing-masing orang tanpa diikuti perubahan di dalam gaya hidup umumnya. Saya kira ketika masa kecil saya telah usai, akan ada anak-anak lainnya yang mengisi masa itu dengan hal sama yang saya alami. Namun kenyataan memang telah sangat berubah, tidak ada lagi masa kecil saya tersebut, tidak ada lagi dunia anak-anak yang sekarang ini sangat saya rindukan.
Cerita 3
Menginjak masa SD dimana pada waktu itulah masa terlama saya menempuh pendidikan pada sebuah jenjang. Selama 6 tahun bukanlah waktu yang singkat untuk membekaskan beribu memori di dalam benak saya. Masa itu, ada tokoh-tokoh bernama De’ Tia, Mba Dita, Mba Satiti, Dhimas, nenna, Precy, Widya, Gilang, Mba Karin, Tika, Vika, Abin, Utik, Hendry, Rayung, Ro’as, Pak Tono, Pak Chaliq, Bu Kus, Bu woro, dan banyaak lagi lainnya. Semua itu sangat membekas di angan saya.
Pengalaman saya selama berhubungan dengan mereka tidak akan cukup saya tuangkan semuanya disini. Ada begitu banyak perasaan yang kami alami. Perasaan bahagia ketika waktu istirahat dan bermain bersama di tengah lapangan yang panas, perasaan takut ketika mengahdapi ulangan atau tes rutin, mencongak, dan ketika tiap hari kami dijejali beratus soal untuk persiapan Ujian Nasional kala itu, hingga perasaan sedih yang teramat ketika guru kami meninggal atau pindah ke sekolah lain. Semua masih segar dalam ingatan saya.
Hubungan saya dengan teman, guru, dan lingkungan pada waktu sekolah dasar kemudian lenyap ketika saya menginjak usia SMP. Walaupun teman-teman tidak banyak berubah, tapi lingkungan baru menjadikan hubungan kami juga turut menjadi baru. Teman yang ketika SD begitu dekat, kemudian perlahan menjauh. Hal yang sangat wajar saya kira, ketika di samping kita bermunculan orang-orang baru yang mungkin lebih ‘nyambung’ dan lingkungan yang berubah menjadikan hubungan dengan dunia sebelumnya terlupakan. Tapi tidak semuanya, hubungan saya dengan beberapa teman SD justru masih terjalin saat masa SMP, SMA hingga sekarang.
Masa sekolah adalah masa dimana saya mnegumpulkan begitu banyak teman dan pengalaman. Masa dimana saya belajar menjalin hubungan dengan semua kalangan tanpa melihat latar belakang dan segalanya. Masa itu, ketika belum ada idelisme dalam diri kami masing –masing, akan menjadi satu tahapan dalam hidup saya yang tak mudah terlupakan.
Cerita 4
Berhubungan dengan satu komunitas kembali saya rasakan ketika masa SMP dan SMA melalui wadah Palang Merah Remaja. Mulai dari itulah hubungan saya mulai meluas dengan siswa-siswa dari sekolah lain yang juga turut bergabung dalam tim PMR dari Kabupaten Batang. Jujur, tidak banyak saya ingat nama-nama mereka. Namun masih jelas dalam angan saya wajah-wajah mereka waktu itu. Hubungan kami sangat erat, tiap hari kami bertemu di markas PMI Cab. Batang untuk latihan kepalangmerahan dalam persiapan lomba. Mengangkat pasien, membalut luka, menolong korban kecelaaan dan tahapan lain dalam pertolongan pertama menjadi bumbu dalam hubungan kami waktu itu. Tiap hari, termasuk hari libur kami habiskan dengan latihan, latihan dan latihan.
Cerita 5
Menginjak SMA, saya menemukan kehidupan baru yang menyenangkan. Saya akui, di SMP adalah masa suram saya dalam pelajaran, seringkali saya mengalami kesulitan dalam tiap pelajaran. Namun berpindah ke SMA, seolah ada angin segar ditiupkan. Saya merasa ada lingkungan baru yang siap untuk saya jalani. Masa SMA tidak lepas dengan cerita saya bersama Reog cs, entah mengapa kami dijuluki reog. Kami memang akrab baru mulai tahun kedua di SMA, namun hingga sekarang kami masih sangat intens berhubungan walaupun pemikiran, gaya hidup, lingkungan, kesibukan dan hubungan kami dengan orang-orang di sekeliling kami mengalami banyak perubahan. Reog adalah kami ber-7, nenna, precy, siska, septi, iid, mitha dan saya. Diantara kami, nenna yang periang, precy yang centil, siska yang terkadang dewasa namun slenge’an, septi yang pada awalnya pendiam, iid yang manja dan kekanakan, mitha yang cablak dan saya yang begini adalah satu kombinasi utuh dari reog. Hubungan kami pada masa itu sangat dekat, seringkali hanya suara kami ber7 lah yang meramaikan kelas atau teras depan kelas. Hingga masa berpisah setelah lulus SMA, kami tidak lagi satu tujuan. Mitha dengan cita-citanya menjadi polwan (yang sekarang telah menjadi calon bidan andalan), siska dengan kebingungannya yang kemudian mengantarnya menjadi calon bankir sukses, nenna dalam bidang studi yang dilakoninya sebagai calon ekonom tangguh, iid dengan potensinya sebagai seorang calon pendidik dan ahli bahasa yang ternama, septi dengan jalur pendidikannya untuk berperan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dan precy seorang calon presenter, sutradara, atau orang ternama yang ahli dalam bidangnya serta saya yang berencana untuk sukses dalam pendidikan dan calon dosen atau menteri yang bijaksana dalam kabinet masa depan.
Kami ber-7 adalah satu hubungan yang telah menciptakan polanya sendiri, dengan segala kelebihan dan kekurangan yang menjadi hiasan dalam tiap hari kehidupan kami. Muncul sebuah harapan agar hubungan ini senantiasa dapat kami pertahankan, walaupun ada banyak lingkungan baru yang kami temui, walaupun banyak perubahan cara berpikir, dan bersikap yang kami alami, dan walaupun semakin dalam dan luas jurang yang memisahkan kami.
Cerita 6
Kuliah adalah dimana saya merasakan satu tahapan baru dalam hidup. Ketika kedewasaan benar-benar dipertaruhkan untuk sebuah masa depan yang harus dipertangungjawabkan. Di Kota seribu budaya dan wajah inilah kini saya berada, dalam kesibukan dan rutinitas yang benar-benar berbeda dari fase sebelumnya. Ketika saat ini pencarian jati diri begitu erat dalam tiap langkah saya, ketika idealisme kanan-kiri begitu cepat mengusik pikiran saya, ketika tanggungjawab yang besar dibebankan pada saya, ketika tidak ada keluarga yang setiap hari mendampingi saya, dan ketika saya berada di tengah-tengah lingkungan yang berjuang masing-masing untuk kepentingannya. Banyak hubungan baru yang terjalin dalam satu tahun terakhir ini. Komunitas dari teman-teman kuliah, teman-teman Bulaksumur Pos, teman-teman KMAN, dan teman-teman dalam ‘association’ sweety kuplug (walaupun saya sendiripun tidak yakin dengan nama tersebut).
Dengan teman-teman kuliah, hubungan saya terasa datar tanpa konflik. Perkuliahan, tugas dan segalanya menjadikan hubungan kami dangkal dan tanpa banyak melibatkan perasaan. Namun mungkin seperti itulah jalan yang sejak dulu saya ikuti, datar, tanpa banyak tantangan, dan aman.
Di dalam komunitas dengan teman-teman kuliah, kemudian saya menemukan nama-nama seperti ayud, githa, ria, errin, abi, rico, mico, vee dan banyak personel lain yang belum membuktikan eksistensinya dalam ‘assosiation’ sweety kuplug. Namun disinilah saya menemukan arti sebuah pertemanan, dimana saat-saat kami bersama tiap harinya adalah masa yang penuh dengan peristiwa. Ketika ada masalah di antara kami, ketika ada kesalahpahaman yang terjadi, ketika ada masa dimana kami mengalami kejenuhan bersama, ketika kami tidak saling bertemu karena obsesi kami masing-masing, ketika ada satu hari kami bersama dalam kehangatan dan kegembiraan, ketika suatu hari kami bersama dalam situasi yang membosankan, termasuk ketika kami berkumpul dalam sebuah kesempatan untuk berbincang bersama dan berbicara sebagai seorang dewasa. Disinilah saya merasakan sebuah variasi nilai yang sangat beragam, dan disini pulalah saya merasakan bagaimana saya harus bersikap terhadap A, B, C dan seterusnya. Tidak berlebihan pula saya katakan, bahwa dalam ‘association’ inilah saya belajar untuk memahami dimana posisi orang lain sehingga saya dapat merasakan apa yang sesungguhnya mereka alami. Ada banyak cerita hingga saat ini, ada banyak kisah touring yang kami susuri, dan pengalaman menghadapi banyak orang dengan beragam sifat yang secara pribadi saya alami. Semuanya menjadi bagian dalam keseharian saya saat ini. Semuanya terangkum dalam alam pemikiran saya, dan semuanya adalah bagian dalam tiap kebahagiaan, kemarahan, kesedihan, dan semangat saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar