6th day
mendekati hari-hari akhir di Ngawi..dengan semangat khusus yang berbeda dari hari-hari sebelumnya, saya bersiap pagi itu dengan busana warna cerah yang semoga bisa mengundang responden-responden untuk mendekat dan berinteraksi demi kuesioner yang masih tersisa..
perjalanan kali ini berbeda dari rute biasanya, saya memutuskan untuk beranjak dari puskesmas terdekat dan melaju dengan penuh percaya diri ke daerah Ngawi Purba..entah mengapa namanya demikian, sayang saya tidak sempat menggali informasi dari penduduk setempat..
bersama teman seperjuangan saya menuju lokasi dengan berbekal peta bayangan..memasuki daerah Ngawi purba sekilas hanya pohon-pohon dan truk-truk besar yang berjalan mendahului kami..entah berapa lama kami melaju hingga akhirnya bertemu sebuah pasar yang disebut pasar cilik oleh warga setempat..dan disitulah kami bergerilya..mencari responden untuk kuesioner yang tersisa..
satu..dua..dan akhirnya empat kuesioner terisi di sepanjang perjalanan..ada satu hal yang saya dapatkan hari ini..ternyata begitu pelik masalah yang seringkali dihadapi banyak kaum marjinal di luar sana..dari satu bidang saja yang menjadi bahan penelitian saya, sudah begitu banyak persoalan dan dilema kehidupan yang sempat saya rekam dalam ingatan..ketika membagikan kuesioner, pada awalnya pikiran saya hanya terpaku pada bagaimana caranya agar semua kuesioner dapat terisi hari ini sehingga pekerjaan saya lekas usai, namun setelah berbincang dari hati ke hati dengan para responden.. saya dapatkan pelajaran lain yang lebih menyentuh hati saya..pelajaran hidup yang tidak mungkin saya dapatkan di bangku kuliah saat ini..
Akhirnya, hari ini usai dengan empat kuesioner yang telah terisi..sisa lima kuesioner kosong telah diambil alih oleh partner tim..dan tampaknya sudah berhasil terisi pula..
Finally..tuntas sudah tugas saya untuk 25 kuesioner dalam proyek ini..
7th day
Satu hari menjelang kepulangan kami ke Yogyakarta..dengan perasaan lega akhirnya saya memutuskan untuk menikmati hari terakhir ini dengan jalan-jalan keliling Ngawi. Dan entah bagaimana alurnya, lagi-lagi nasib membawa saya kembali ke Ngawi purba..misi hari ini tak ada hubungannya dengan tugas saya yang telah usai, namun demikian tetap saja perjalanan kami tak lepas dari kuesioner dan responden.
Tanpa terasa..esok adalah hari terakhir kami di Ngawi..
semoga menjadi kenangan berharga untuk hari-hari kedepan yang semakin berwarna..untuk semua rekan dalam perjalanan "Ngawi Menggila.." semoga senantiasa sukses dan ceriaa.. (for : mas danang, mas rifqi, mas adit, mas muh, mata',richo,bowo,ridho,mbak pewe, mba nurii, mada, dhea,iza, dan arda..)..
Sebagai penutup dalam sebaris catatan perjalanan ke Ngawi, saya utarakan sebuah keyakinan baru yg lambat laun muncul dalam sepekan ini, keyakinan akan totalitas, keikhlasan, dan berpikir positif. Tidak ketinggalan, kesadaran akan kewajiban untuk berkarya dan berkontribusi turut pula melengkapi akhir hari ini untuk sebuah awal yang menjanjikan..
Tak ada hal di dunia ini yang lebih kubanggakan daripada kemampuan untuk merasa, untuk bertahan hidup dan, ya, untuk memegang teguh apa yang kucintai dan kuyakini (Jodie Foster) Dan bagiku, mimpi adalah bagian dari itu semua, bagian dari apa yang kurasa, kupertahankan, dan kuyakini untuk mengantarku mengubah kemustahilan menjadi kemungkinan, keputusasaan menjadi tantangan, dan yang pasti untuk mengubah mimpi menjadi keajaiban..
21/07/09
semua k'rena kuesioner (part3)
16/07/09
semua k'rena kuesioner (part2)
4th day
Hari kedua misi pembagian kuesioner menghasilkan lima lembar kuesioner yang berhasil terisi, dan menyisakan 13 kuesioner yang masih harus diisi. Menuntaskan waktu satu hari di puskesmas menorehkan kisah menarik ketika harus menyodorkan kuesioner pada satu pasangan bahagia siap menikah yang dengan senang dan berbunga-bunga menceritakan kisah mereka yang sedang dalam tahap persiapan menuju jenjang pelaminan, walaupun kemudian akhirnya kuesioner tidak jadi terisi namun paling tidak saya telah mendengar skenario Tuhan mengenai kisah sepasang anak manusia yang tengah merajut asa..
Sebagai pebandingan dari kisah sebelumnya, saya alami pula pengalaman membagi kuesioner di tengah pasangan yang barangkali sedang menghadapi masalah pelik dalam rumah tangga hingga akhirnya menghasilkan penolakan secara sadis (untuk mengisi kuesioner, -red) langsung di depan muka saya yang masih stay tersenyum manis penuh makna..
5th day
Dengan sisa semangat yang masih tersisa, dan sedikit cadangan energi untuk tersenyum sepanjang hari..akhirnya saya membuka hari ini dengan mencuci..entah mengapa baju bawaan yang sepertinya sudah sangat matang saya persiapkan tetap saja terasa kurang untuk sisa tiga hari kedepan dalam perjalanan kali ini..
Selanjutnya, sampai di puskesmas lagi untuk kesekian kalinya..saya segera menuju tempat 'pertapaan' khusus yang selalu saya tempati tiap kali menunggu kedatangan responden..satu demi satu pasien berdatangan, satu demi satu kuesioner berhasil dibagikan, dan satu demi satu penolakan disampirkan..
Entah sudah berapa kali saya mengucapkan kata-kata sakti "maaf bu..sedang menunggu antrian ya, bisa minta waktunya sebentar.. saya dari..(bla-bla-bla)..", dan sudah dapat ditebak..biasanya akan langsung muncul mimik muka yang seolah mengatakan "ih..mbaknya ni ngomong apa sih??ga ngerti aku..ganggu aja, wong lagi puyeng nunggu antrian berobat gini kog malah dikasih kerjaan ngisi-ngisi gituan". Dan saya, masih dengan semangat menyala-nyala dan berapi-api tetap merayu dan memandang dengan tatapan memelas penuh arti agar orang tersebut bersedia (walaupun dengan berat hati) mengulurkan tangannya untuk meraih kuesioner yang saya sodorkan..
Progres hari ini : empat kuesioner terisi dan masih menyisakan sembilan kuesioner kosong..
entri depan : cerita untuk d'6th day..
Hari kedua misi pembagian kuesioner menghasilkan lima lembar kuesioner yang berhasil terisi, dan menyisakan 13 kuesioner yang masih harus diisi. Menuntaskan waktu satu hari di puskesmas menorehkan kisah menarik ketika harus menyodorkan kuesioner pada satu pasangan bahagia siap menikah yang dengan senang dan berbunga-bunga menceritakan kisah mereka yang sedang dalam tahap persiapan menuju jenjang pelaminan, walaupun kemudian akhirnya kuesioner tidak jadi terisi namun paling tidak saya telah mendengar skenario Tuhan mengenai kisah sepasang anak manusia yang tengah merajut asa..
Sebagai pebandingan dari kisah sebelumnya, saya alami pula pengalaman membagi kuesioner di tengah pasangan yang barangkali sedang menghadapi masalah pelik dalam rumah tangga hingga akhirnya menghasilkan penolakan secara sadis (untuk mengisi kuesioner, -red) langsung di depan muka saya yang masih stay tersenyum manis penuh makna..
5th day
Dengan sisa semangat yang masih tersisa, dan sedikit cadangan energi untuk tersenyum sepanjang hari..akhirnya saya membuka hari ini dengan mencuci..entah mengapa baju bawaan yang sepertinya sudah sangat matang saya persiapkan tetap saja terasa kurang untuk sisa tiga hari kedepan dalam perjalanan kali ini..
Selanjutnya, sampai di puskesmas lagi untuk kesekian kalinya..saya segera menuju tempat 'pertapaan' khusus yang selalu saya tempati tiap kali menunggu kedatangan responden..satu demi satu pasien berdatangan, satu demi satu kuesioner berhasil dibagikan, dan satu demi satu penolakan disampirkan..
Entah sudah berapa kali saya mengucapkan kata-kata sakti "maaf bu..sedang menunggu antrian ya, bisa minta waktunya sebentar.. saya dari..(bla-bla-bla)..", dan sudah dapat ditebak..biasanya akan langsung muncul mimik muka yang seolah mengatakan "ih..mbaknya ni ngomong apa sih??ga ngerti aku..ganggu aja, wong lagi puyeng nunggu antrian berobat gini kog malah dikasih kerjaan ngisi-ngisi gituan". Dan saya, masih dengan semangat menyala-nyala dan berapi-api tetap merayu dan memandang dengan tatapan memelas penuh arti agar orang tersebut bersedia (walaupun dengan berat hati) mengulurkan tangannya untuk meraih kuesioner yang saya sodorkan..
Progres hari ini : empat kuesioner terisi dan masih menyisakan sembilan kuesioner kosong..
entri depan : cerita untuk d'6th day..
15/07/09
semua k'rena kuesioner (part1)
Kalau situasi ini dihadapkan pada genre waktu satu tahun silam, mungkin akan dengan pasti saya katakan mustahil, tidak mungkin ketika itu saya bersedia 'mengorbankan' masa libur kuliah dengan kegiatan lain selain pulang kampung..namun demikian, terbukti inilah pilihan saya kini..
Idealnya..tiga minggu yang lalu sampai dua atau tiga minggu kedepan saya masih bisa bersantai..dan menikmati masa libur di rumah. Sebuah kesempatan emas yang seringkali tidak saya sia-siakan dan sebisa mungkin tidak saya lewatkan..namun ketika sebuah peluang untuk ikut bergabung dalam perjalanan satu minggu ke Ngawi datang, sudah terlupakan keinginan untuk menghabiskan liburan tanpa gangguan..akhirnya, sudah empat hari terhitung sejak tanggal 12 Juli lalu saya dan beberapa teman AN menetap di sebuah rumah nyaman di Kabupaten Ngawi..
Sebuah pengalaman menarik bagi saya yang hingga kini baru mengenal dan menjamah Kota Batang dan Yogya saja sebagai tempat tinggal. Maka cukuplah selama sepekan ini saya ingin merasakan sebuah pengalaman baru merasakan hidup sebagai orang Ngawi..Walaupun entah mengapa, hari-hari di Ngawi terasa begitu panjang saya rasakan..
1st day
Minggu siang setelah kami tiba di Ngawi, ada semacam perasaan 'takut' yang membayangi satu minggu kedepan..saya tahu pasti, semua itu lebih disebabkan karena pemandangan yang tampak di sekeliling kami ketika memasuki Kota Ngawi adalah hutan jati..bayangan saya ketika itu, sampai tengah kotapun mungkin pemandangan yang sama tetap akan saya temui..saya masih teringat celetukan-celetukan 'miris' dari teman-teman yang menduga-duga seperti apa nantinya lingkungan yang akan kami tinggali..
Yang melegakan, pendapat tersebut akhirnya terbantahkan dengan sempurna, memasuki Kota Ngawi yang sebenarnya.. kami mulai bertemu dengan jalan utama dan kehidupan 'normal' selayaknya sebuah kota atau kabupaten yang kami kenal..masih terngiang pula ketika teman-teman mengutarakan kelegaannya..bahkan sayapun sempat menghela nafas lega..tak kalah dengan lainnya..
Pemandangan berikutnya lebih melegakan, disiapkan oleh Pak Didik (beliau dari Balitbang Ngawi) sebuah rumah lantai dua yang cukup nyaman untuk kami tinggali satu minggu kedepan..
Hari pertama telah teratasi...kekhawatiran hanya sampai pada bayangan kami semata. Walaupun demikian, masih saja tersimpan 'kecemasan'..seperti apa medan sebenarnya yang akan kami hadapi lusa..
2nd day
Pagi hari pertama di Ngawi terasa cukup panas untuk saya yang terbiasa dengan suhu Jogja yang dingin..hiruk pikuk teman-teman yang memasang badan di ruang santai dengan muka kusut, dan mata setengah terpejam sambil berteriak nyaring mengambil nomor antrian untuk mandi menjadi pemandangan rutin tiap pagi dan suasana yang mungkin akan saya rindukan setelah lewat dari satu minggu ini..
Setelah memakan waktu hampir tiga jam lamanya sejak adzan subuh nyaring berkumandang, akhirnya kami semua selesai bersiap dan segera bergegas menyusun strategi pemberangkatan ke Kantor Balitbang Ngawi untuk technical meeting pertama..
Disana, kami bertemu dengan beberapa pegawai kantor yang selama satu minggu akan menjadi guide masing-masing tim untuk menjalankan misi penyebaran kuesioner ke dinas-dinas dan masyarakat Ngawi..
Tanpa diduga hari ini dilengkapi dengan skandal 'terlarang' antara salah satu anggota tim dengan seseorang disana.. (cukup tertawa dalam hati..)
3rd day
Saatnya bekerja..
Selepas bersiap pagi itu, segera kami menyebar dengan tim masing-masing ke dinas, kecamatan dan masyarakat Ngawi tentunya..dengan berbekal kuesioner dan ransel berisi perbekalan hari ini serta hapalan singkat mengenai letak rumah dan jalan di sekitar tempat tinggal..akhirnya kami segera menuju ke tempat 'kerja' masing-masing dengan harapan dagangan (kuesioner) akan laku hari ini..
Saya yang kebetulan mendapat tugas di Dinas kesehatan segera melaju menempuh jarak yang sangat 'jauh'..rute yang harus saya tempuh sejauh 500 meter dari tempat tinggal untuk menuju Dinas kesehatan Ngawi, yang ternyata baru saya sadari kemudian bahwa jika ditarik garis lurus Dinkes tersebut berada di belakang rumah kami..Dekat sekali rupanya, padahal saya sudah bersiap mengatur strategi jika seandainya saya tersesat di Kota Ngawi.
Sesampainya di puskesmas yang bersebelahan dengan Dinkes Ngawi, tanggung jawab saya terhadap 25 kuesioner untuk masyarakat segera saya tunaikan..dengan senyum lebar nan mengundang serta wajah ramah yang sedikit dipaksakan..akhirnya satu persatu kuesioner terisi oleh pasien-pasien di Ruang Tunggu puskesmas Ngawi..
Hari pertama pembagian kuesioner hanya menghasilkan tujuh kuesioner yang berhasil terisi..dan selebihnya saya serahkan untuk esok yang (semoga) lebih beruntung..
Hasil secara keseluruhan:
- masih menyisakan 18 kuesioner kosong
- pengalaman ditolak responden sebanyak lima kali
- ditinggalkan responden saat kuesioner belum terisi penuh sebanyak satu kali
- dan pengalaman dibekali wejangan oleh responden sebanyak satu kali..
Idealnya..tiga minggu yang lalu sampai dua atau tiga minggu kedepan saya masih bisa bersantai..dan menikmati masa libur di rumah. Sebuah kesempatan emas yang seringkali tidak saya sia-siakan dan sebisa mungkin tidak saya lewatkan..namun ketika sebuah peluang untuk ikut bergabung dalam perjalanan satu minggu ke Ngawi datang, sudah terlupakan keinginan untuk menghabiskan liburan tanpa gangguan..akhirnya, sudah empat hari terhitung sejak tanggal 12 Juli lalu saya dan beberapa teman AN menetap di sebuah rumah nyaman di Kabupaten Ngawi..
Sebuah pengalaman menarik bagi saya yang hingga kini baru mengenal dan menjamah Kota Batang dan Yogya saja sebagai tempat tinggal. Maka cukuplah selama sepekan ini saya ingin merasakan sebuah pengalaman baru merasakan hidup sebagai orang Ngawi..Walaupun entah mengapa, hari-hari di Ngawi terasa begitu panjang saya rasakan..
1st day
Minggu siang setelah kami tiba di Ngawi, ada semacam perasaan 'takut' yang membayangi satu minggu kedepan..saya tahu pasti, semua itu lebih disebabkan karena pemandangan yang tampak di sekeliling kami ketika memasuki Kota Ngawi adalah hutan jati..bayangan saya ketika itu, sampai tengah kotapun mungkin pemandangan yang sama tetap akan saya temui..saya masih teringat celetukan-celetukan 'miris' dari teman-teman yang menduga-duga seperti apa nantinya lingkungan yang akan kami tinggali..
Yang melegakan, pendapat tersebut akhirnya terbantahkan dengan sempurna, memasuki Kota Ngawi yang sebenarnya.. kami mulai bertemu dengan jalan utama dan kehidupan 'normal' selayaknya sebuah kota atau kabupaten yang kami kenal..masih terngiang pula ketika teman-teman mengutarakan kelegaannya..bahkan sayapun sempat menghela nafas lega..tak kalah dengan lainnya..
Pemandangan berikutnya lebih melegakan, disiapkan oleh Pak Didik (beliau dari Balitbang Ngawi) sebuah rumah lantai dua yang cukup nyaman untuk kami tinggali satu minggu kedepan..
Hari pertama telah teratasi...kekhawatiran hanya sampai pada bayangan kami semata. Walaupun demikian, masih saja tersimpan 'kecemasan'..seperti apa medan sebenarnya yang akan kami hadapi lusa..
2nd day
Pagi hari pertama di Ngawi terasa cukup panas untuk saya yang terbiasa dengan suhu Jogja yang dingin..hiruk pikuk teman-teman yang memasang badan di ruang santai dengan muka kusut, dan mata setengah terpejam sambil berteriak nyaring mengambil nomor antrian untuk mandi menjadi pemandangan rutin tiap pagi dan suasana yang mungkin akan saya rindukan setelah lewat dari satu minggu ini..
Setelah memakan waktu hampir tiga jam lamanya sejak adzan subuh nyaring berkumandang, akhirnya kami semua selesai bersiap dan segera bergegas menyusun strategi pemberangkatan ke Kantor Balitbang Ngawi untuk technical meeting pertama..
Disana, kami bertemu dengan beberapa pegawai kantor yang selama satu minggu akan menjadi guide masing-masing tim untuk menjalankan misi penyebaran kuesioner ke dinas-dinas dan masyarakat Ngawi..
Tanpa diduga hari ini dilengkapi dengan skandal 'terlarang' antara salah satu anggota tim dengan seseorang disana.. (cukup tertawa dalam hati..)
3rd day
Saatnya bekerja..
Selepas bersiap pagi itu, segera kami menyebar dengan tim masing-masing ke dinas, kecamatan dan masyarakat Ngawi tentunya..dengan berbekal kuesioner dan ransel berisi perbekalan hari ini serta hapalan singkat mengenai letak rumah dan jalan di sekitar tempat tinggal..akhirnya kami segera menuju ke tempat 'kerja' masing-masing dengan harapan dagangan (kuesioner) akan laku hari ini..
Saya yang kebetulan mendapat tugas di Dinas kesehatan segera melaju menempuh jarak yang sangat 'jauh'..rute yang harus saya tempuh sejauh 500 meter dari tempat tinggal untuk menuju Dinas kesehatan Ngawi, yang ternyata baru saya sadari kemudian bahwa jika ditarik garis lurus Dinkes tersebut berada di belakang rumah kami..Dekat sekali rupanya, padahal saya sudah bersiap mengatur strategi jika seandainya saya tersesat di Kota Ngawi.
Sesampainya di puskesmas yang bersebelahan dengan Dinkes Ngawi, tanggung jawab saya terhadap 25 kuesioner untuk masyarakat segera saya tunaikan..dengan senyum lebar nan mengundang serta wajah ramah yang sedikit dipaksakan..akhirnya satu persatu kuesioner terisi oleh pasien-pasien di Ruang Tunggu puskesmas Ngawi..
Hari pertama pembagian kuesioner hanya menghasilkan tujuh kuesioner yang berhasil terisi..dan selebihnya saya serahkan untuk esok yang (semoga) lebih beruntung..
Hasil secara keseluruhan:
- masih menyisakan 18 kuesioner kosong
- pengalaman ditolak responden sebanyak lima kali
- ditinggalkan responden saat kuesioner belum terisi penuh sebanyak satu kali
- dan pengalaman dibekali wejangan oleh responden sebanyak satu kali..
02/07/09
(sok) nasionalis ?!
Sejenak saya terdiam..entah pikiran apa yang sedang terlintas, yang jelas tiba-tiba ada semacam resah dan kalut saya rasakan. Pada mulanya acara di sebuah stasiun televisi mengingatkan saya akan semangat nasionalisme dan kebanggan pada tanah air Indonesia, kemudian pikiran ini lambat laun beranjak dan berhenti pada sebuah kesadaran mengenai siapa yang akan menjadi penjaga sesungguhnya terkait keutuhan bangsa dan negara ini. Kesadaran yang sesungguhnya sudah sangat terlambat untuk saat ini, dan barangkali sudah tidak relevan untuk terpikirkan pada masa sekarang dimana nasionalisme hanya sebatas status kewarganegaraan, dan pengakuan dengan terpaksa karena mau tidak mau di sinilah saya berada sekarang. Menggetirkan dan sungguh tak terbayangkan betapa perih perasaan mereka yang dengan darahnya mempertahankan keutuhan dan kedaulatan Indonesia. Maka perlulah kita sejenak mengarungi kembali lembar demi lembar catatan sejarah, yang mungkin saat ini hanya menjadi sebuah onggokan kertas tak bertuan yang seringkali lalai untuk kita jadikan sebuah pelajaran.
Dimulai dari sebuah pertanyaan yang mengganjal bagi saya, apakah sebenarnya yang menjadi pemersatu Bangsa Indonesia ? menurut buku-buku sejarah yang dulu sempat saya nikmati di bangku sekolah, bahwa pemersatu kita tak lain dan tak bukan ialah bahasa Indonesia. Sebuah sumpah dari pemuda-pemuda Indonesia di akhir tahun 1928 dahulu menjadi sebuah awal kesadaran dan pengakuan akan eksistensi Bahasa Indonesia. Adalah Sumpah Pemuda yang kemudian menjadi jalan bagi tumbuhnya semangat bernegara dengan pengakuan atas tanah air Indonesia, Bangsa Indonesia dan Bahasa Indonesia. Memang jaman sudah banyak berubah, jika masa itu nasionalisme digemborkan dengan cara-cara seperti itu, maka lain dengan sekarang, nasionalisme akan menjadi terlalu dangkal jika hanya ditunjukkan dengan deklarasi atau upacara seremonial untuk mengucap sumpah, janji, dan sebagainya. Yang pasti sejarah yang tertoreh tersebut menjadi sebuah pegangan dan barometer untuk turut berkontribusi dalam bidang kita masing-masing dengan cara yang lebih relevan dan menjanjikan.
Indonesia, betapapun kondisinya adalah tumpah darah kita. Sebagai bagian dari generasi muda, banyak peristiwa yang berkaitan dengan pemuda menjadi motivasi untuk terus mencari peluang dalam meraih cita-cita. Jika mengenang peristiwa-peristiwa yang telah lampau, saya mengingat beberapa moment dimana pemuda beperan besar di dalamnya. Seperti sumpah pemuda yang telah saya sebut di muka, masih banyak beberapa peristiwa lain yang dalam ingatan saya merupakan buah dari pemikiran pejuang-pejuang muda.
Jika di masa pendudukan Jepang maupun Belanda bangsa kita mengandalkan pemuda untuk terus berjuang dalam bentuk perjuangan fisik, maka setelah masa pemerintahan Soekarno Hatta dikenal peristiwa Rengas Dengklok dimana kaum muda menculik golongan tua yang akhirnya membawa Indonesia pada Proklamasi kemerdekaan. Ada lagi peristiwa yang membuktikan eksistensi pemuda ketika masa Orde lama dipaksa turun dan berganti dengan pemerintahan Soeharto. Sejarah Indonesia cukup unik dan menarik. Dimana diantara peristiwa-peristiwa runtuhnya orde-orde pemerintahan selalu diwarnai dengan peran pemuda. Orde Lama ada karena munculnya pemuda-pemuda seperti Soekarno dan Hatta yang memiliki visi dan misi untuk membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan, namun kemudian runtuh juga karena desakan pemuda yang menganggap keduanya telah melenceng dari idealisme semula. Kemudian berganti dengan Orde baru juga akibat prakarsa pemuda, yang akhirnya kemudian seperti sudah diketahui banyak pihak runtuhnya Orde dibawah kepemimpinan Soeharto ini juga dilatarbelakangi desakan mahasiswa yang tak lain berasal dari generasi muda. Akhir dan awal yang tidak mudah bagi kedua orde tersebut.
Dimulai dari sebuah pertanyaan yang mengganjal bagi saya, apakah sebenarnya yang menjadi pemersatu Bangsa Indonesia ? menurut buku-buku sejarah yang dulu sempat saya nikmati di bangku sekolah, bahwa pemersatu kita tak lain dan tak bukan ialah bahasa Indonesia. Sebuah sumpah dari pemuda-pemuda Indonesia di akhir tahun 1928 dahulu menjadi sebuah awal kesadaran dan pengakuan akan eksistensi Bahasa Indonesia. Adalah Sumpah Pemuda yang kemudian menjadi jalan bagi tumbuhnya semangat bernegara dengan pengakuan atas tanah air Indonesia, Bangsa Indonesia dan Bahasa Indonesia. Memang jaman sudah banyak berubah, jika masa itu nasionalisme digemborkan dengan cara-cara seperti itu, maka lain dengan sekarang, nasionalisme akan menjadi terlalu dangkal jika hanya ditunjukkan dengan deklarasi atau upacara seremonial untuk mengucap sumpah, janji, dan sebagainya. Yang pasti sejarah yang tertoreh tersebut menjadi sebuah pegangan dan barometer untuk turut berkontribusi dalam bidang kita masing-masing dengan cara yang lebih relevan dan menjanjikan.
Indonesia, betapapun kondisinya adalah tumpah darah kita. Sebagai bagian dari generasi muda, banyak peristiwa yang berkaitan dengan pemuda menjadi motivasi untuk terus mencari peluang dalam meraih cita-cita. Jika mengenang peristiwa-peristiwa yang telah lampau, saya mengingat beberapa moment dimana pemuda beperan besar di dalamnya. Seperti sumpah pemuda yang telah saya sebut di muka, masih banyak beberapa peristiwa lain yang dalam ingatan saya merupakan buah dari pemikiran pejuang-pejuang muda.
Jika di masa pendudukan Jepang maupun Belanda bangsa kita mengandalkan pemuda untuk terus berjuang dalam bentuk perjuangan fisik, maka setelah masa pemerintahan Soekarno Hatta dikenal peristiwa Rengas Dengklok dimana kaum muda menculik golongan tua yang akhirnya membawa Indonesia pada Proklamasi kemerdekaan. Ada lagi peristiwa yang membuktikan eksistensi pemuda ketika masa Orde lama dipaksa turun dan berganti dengan pemerintahan Soeharto. Sejarah Indonesia cukup unik dan menarik. Dimana diantara peristiwa-peristiwa runtuhnya orde-orde pemerintahan selalu diwarnai dengan peran pemuda. Orde Lama ada karena munculnya pemuda-pemuda seperti Soekarno dan Hatta yang memiliki visi dan misi untuk membebaskan Indonesia dari belenggu penjajahan, namun kemudian runtuh juga karena desakan pemuda yang menganggap keduanya telah melenceng dari idealisme semula. Kemudian berganti dengan Orde baru juga akibat prakarsa pemuda, yang akhirnya kemudian seperti sudah diketahui banyak pihak runtuhnya Orde dibawah kepemimpinan Soeharto ini juga dilatarbelakangi desakan mahasiswa yang tak lain berasal dari generasi muda. Akhir dan awal yang tidak mudah bagi kedua orde tersebut.
Betapapun sulitnya perjuangan masa itu, toh akhirnya kita semua yang merasakan hasilnya. Kini, dengan segenap kemampuan dan setitik semangat yang tersisa, tidak bisakan sejenak kita berpikir serta bertindak demi kemajuan bangsa dan negara Indonesia ?
Langganan:
Postingan (Atom)