05/08/09

Jurnalis, idealnya seperti apa?

"..Aktivitas utama dalam jurnalisme adalah pelaporan kejadian dengan menyatakan siapa, apa, kapan, di mana, mengapa dan bagaimana (dalam bahasa Inggris dikenal dengan 5W+1H) dan juga menjelaskan kepentingan dan akibat dari kejadian atau trend.." (wikipedia)

Asumsi saya dengan membaca satu bait di atas adalah bahwa jurnalis intinya bertanggung jawab sebagai pelapor, penyampai, atau mewujudkan sebuah peristiwa atau fenomena dalam bentuk berita, artikel atau semacamnya. Bukan bermaksud membatasi pengertian yang sesungguhnya, namun saya hanya mencoba mengungkap makna dasar dari apa yang saya ketahui selama ini. Dengan makna demikian, mungkin akan muncul dinding kokoh yang akan membatasi dinamika profesi jurnalis dari realita yang ada. Seperti yang seringkali saya saksikan di layar kaca atau berdasarkan pengalaman, pada kenyataannya jurnalis terkadang menyerupai interogator yang lebih dominan dan memposisikan narasumber sebagai 'terdakwa' tunggal yang harus memberi statement sesuai dengan 'arahan' jurnalis tersebut. Atau dengan kata lain, wawancara yang lebih mirip dengan interogasi seringkali dan saya khawatirkan akan menyebabkan narasumber 'terpaksa' mengakui atau menyatakan sesuatu hal yang sebenarnya fiktif menjadi kenyataan yang dikehendaki wartawan. Sehingga jika dirunut dari makna dasar dari profesi jurnalisme, maka dimana unsur pelaporan yang dikehendaki? sebab jika wawancara lebih menyerupai interogasi apakah tidak mungkin jika akhirnya laporan yang muncul akan bias dan subjektif? karena yang saya pahami sejak awal adalah bahwa pelaporan merupakan aktivitas menyampaikan yang sesungguhnya terjadi, jika narasumber memang tidak tahu ya pada kenyataanya memang demikian adanya..namun akan lain cerita jika ketidaktahuan narasumber dimaknai secara berbeda dengan subjektifitas jurnalis. Saya tidak bermaksud menghilangkan fungsi jurnalis sebagai pencari berita yang memang harus mengorek info sedalam-dalamnya dari seorang narasumber tertentu, namun apakah dengan interogasi secara membabi buta kemudian akan muncul informasi yang lebih valid ? bahkan jika di tayangan televisi sedang disiarkan wawancara di lapangan bersama seorang narasumber (katakanlah ia kerabat dari seseorang yang diduga menjadi tersangka terorisme), maka yang akan kita saksikan adalah pertanyaan-pertanyaan yang terkadang tidak relevan ditujukan pada kapasitas narasumber bersangkutan. Selain tidak relevan, kadang kala rentetan pertanyaan yang muncul justru menyaingi interogasi dari badan-badan intelejen kita atau pihak berwajib yang lebih berwenang. Benar saya akui dan saya sadari, memang seorang jurnalis memiliki tanggung jawab pada media tempatnya bernaung untuk menyajikan informasi teraktual yang 'menjual'..namun jika hanya indikator tersebut yang digunakan tanpa melihat unsur validitas sebuah informasi, bukan tidak mungkin justru akan terjadi sebuah pembohongan kepada publik melalui informasi yang disampaikan.

Idealnya seperti apa ? mungkin jika saya menyimpulkan dari apa yang saya saksikan dan renungkan. Bahwa jurnalis pada dasarnya memiliki keistimewaan dari yang lainnya, melalui kapasitas yang dimilikinya seorang jurnalis bisa menanyakan langsung pada narasumber terkait dengan apa yang terjadi dan hal tersebut menjadi wajar ketika orang lain menyadari bahwa ia jurnalis dan memang demikianlah tugasnya. Namun kemudian apabila menyinggung mengenai idealnya profesi jurnalis, maka perlulah kita menyimak kepentingan dan hak orang lain (narasumber) sebagai manusia bebas dan merdeka tanpa harus dikejar dan didakwa oleh statement-statemen dalam media.

Tulisan ini akan lebih relevan jika kita kaitkan dengan fenomena saat ini terkait dengan berita-berita media mengenai terorisme, kecelakaan penerbangan, maupun kekisruhan pemilihan umum yang masih relevan kita perbincangkan. Dimana dalam peristiwa-peristiwa tersebut seringkali kita saksikan seorang narasumber yang 'dituduh' bersalah oleh opini media dicecar beragam pertanyaan untuk sebuah statement yang 'melegakan' bagi para wartawan.

Sebagai pemula dalam bidang ini, saya masih bertanya-tanya dan mencari bentuk ideal, seperti apa dan harus bagaimanakah seorang jurnalis sehingga tidak hanya menjunjung profesionalisme dalam bertugas, namun juga menyertakan aspek kesetaraan hak dan keberimbangan informasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar