Terus terang saya bingung harus berkomentar apa. Oke, malam ini calon wakil presiden sudah berusaha untuk menghidupkan ‘debat’ menjadi debat yang sesungguhnya. Meskipun tetap saja yang terjadi lebih condong pada ajang diskusi dan-mengutip perkataan sang moderator malam ini, sebuah penyampaian presentasi.
Menengok suasana di luar panggung debat para calon wakil presiden, kondisi yang ramai dan menarik justru terjadi di tengah perdebatan sengit antar tim sukses. pertanyaan saya adalah, mengapa justru tim sukses yang lebih agresif? Sepengetahuan saya, tim sukses adalah crew, atau elemen yang menjadi tim operasional dari kebijakan calon presiden atau wakil presiden. Tapi malam ini, justru merekalah yang lebih layak disebut bintang panggung. Mengapa saya katakan demikian? Karena justru tontonan yang argumentatif, agresif, dan semarak seperti itulah yang sesungguhnya diinginkan.
Mungkin jawabannya ada pada seberapa besar aturan main berperan didalam arena debat. Jika KPU sebagai penyelenggara debat formal untuk calon presiden dan calon wakil presiden memberlakukan aturan khusus untuk moderator dan kandidat, seperti misalnya moderator dilarang mengejar atau mempertanyakan kembali secara menyelidik kepada capres atau cawapres, maka lain halnya dengan yang terjadi di luar arena tersebut. Di sebuah stasiun tv swasta dimana tim sukses berkumpul untuk bersama membahas acara debat yang baru berlangsung, justru muncul adu argumentasi, saling serang, dan bahkan saling menjatuhkan antar perwakilan kandidat. Memang bukan cara yang santun untuk sebuah negara dengan budaya ketimuran yang khas dengan keramahan seperti Indonesia, namun itulah ungkapan jujur yang diharapkan didengar oleh rakyat. Argumentasi yang keluar itulah yang kemudian menjadikan rakyat tau lebih dalam dan lebih asli dari tiap capres maupun cawapres.
Ada sebuah fenomena menarik yang terungkap didalam arena debat kusir di tengah tim sukses masing-masing kandidat. Jika disimak, beberapa kali petinggi-petinggi tim sukses menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dengan menunjukkan prestasi-prestasi yang menurut mereka semua orang sudah tau akan hal itu. Begini contohnya, ketika ada sebuah pertanyaan ditujukan kepada tim sukses dari calon incumbent misalnya, dan kemudian dijawab dengan “lihatlah saja pada kepemimpinan beliau selama lima tahun terakhir dan anda lihat betapa produktifnya beliau dengan berbagai program-program pengentasan kemiskinan, pada kenyataannya rakyat terbantu ”. Jawaban seperti itu menunjukkan bahwa sang penjawab sedang berargumen pada taraf argumentum ad populum atau secara mudah diartikan bahwa ia tidak langsung menjawab pertanyaan, namun memberikan bukti-bukti dengan cara menonjolkan kehebatan riwayat dirinya dan menonjolkan pribadinya (Ignas Kleden, 2009). Yang lebih menarik, masing-masing tim sukses juga melakukan argumentum ad populum dengan bahasan dan bidang yang berbeda. Masing-masing saling mengklaim bahwa pihaknyalah yang berjasa.
Lain lagi dengan kecenderungan berikut, jika kita perhatikan ketiga pihak yang diwakili oleh tim sukses masing-masing tampak saling menyerang secara pribadi. Misalnya dengan menyebut “..beliau terlalu berpikir secara akademis”, atau “kecenderungannya lebih didasarkan pada pribadinya yang berpihak pada asing”, dan contoh lain “pendapatnya hanya berkisar pada tatanan sistemik tanpa kesinambungan dalam implementasinya” . Contoh-contoh pernyataan yang demikian menunjukkan bahwa mereka sedang melakukan argumentum ad hominen yang berarti memberikan jawaban dengan cara menyerang pesaingnya secara pribadi dan juga pihak yang meragukan kemampuannya (Ignas Kleden, 2009). Menarik memang jika politik dikaji dari sudut pandang yang berbeda. Secara psikologis, argumen-argmen yang dikeluarkan memang wajar melihat posisi mereka sebagai pendukung dari masing-masing pihak yang berlainan. Apapun jawaban maupun argumen yang diberikan pasti ujungnya untuk memberikan pembelaan bagi pihak yang didukung. Kalau sudah begini, rakyatlah yang kemudian harus cerdas menentukan pilihan. Suguhan tersebut hanya provokatif bagi rakyat, dan seharusnya menjadi pemantik untuk dikaji lebih dalam mengenai apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan, dan apa yang sesungguhnya akan mereka kerjakan kelak setelah berhasil meraih tampuk kepemimpinan.
Menengok suasana di luar panggung debat para calon wakil presiden, kondisi yang ramai dan menarik justru terjadi di tengah perdebatan sengit antar tim sukses. pertanyaan saya adalah, mengapa justru tim sukses yang lebih agresif? Sepengetahuan saya, tim sukses adalah crew, atau elemen yang menjadi tim operasional dari kebijakan calon presiden atau wakil presiden. Tapi malam ini, justru merekalah yang lebih layak disebut bintang panggung. Mengapa saya katakan demikian? Karena justru tontonan yang argumentatif, agresif, dan semarak seperti itulah yang sesungguhnya diinginkan.
Mungkin jawabannya ada pada seberapa besar aturan main berperan didalam arena debat. Jika KPU sebagai penyelenggara debat formal untuk calon presiden dan calon wakil presiden memberlakukan aturan khusus untuk moderator dan kandidat, seperti misalnya moderator dilarang mengejar atau mempertanyakan kembali secara menyelidik kepada capres atau cawapres, maka lain halnya dengan yang terjadi di luar arena tersebut. Di sebuah stasiun tv swasta dimana tim sukses berkumpul untuk bersama membahas acara debat yang baru berlangsung, justru muncul adu argumentasi, saling serang, dan bahkan saling menjatuhkan antar perwakilan kandidat. Memang bukan cara yang santun untuk sebuah negara dengan budaya ketimuran yang khas dengan keramahan seperti Indonesia, namun itulah ungkapan jujur yang diharapkan didengar oleh rakyat. Argumentasi yang keluar itulah yang kemudian menjadikan rakyat tau lebih dalam dan lebih asli dari tiap capres maupun cawapres.
Ada sebuah fenomena menarik yang terungkap didalam arena debat kusir di tengah tim sukses masing-masing kandidat. Jika disimak, beberapa kali petinggi-petinggi tim sukses menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dengan menunjukkan prestasi-prestasi yang menurut mereka semua orang sudah tau akan hal itu. Begini contohnya, ketika ada sebuah pertanyaan ditujukan kepada tim sukses dari calon incumbent misalnya, dan kemudian dijawab dengan “lihatlah saja pada kepemimpinan beliau selama lima tahun terakhir dan anda lihat betapa produktifnya beliau dengan berbagai program-program pengentasan kemiskinan, pada kenyataannya rakyat terbantu ”. Jawaban seperti itu menunjukkan bahwa sang penjawab sedang berargumen pada taraf argumentum ad populum atau secara mudah diartikan bahwa ia tidak langsung menjawab pertanyaan, namun memberikan bukti-bukti dengan cara menonjolkan kehebatan riwayat dirinya dan menonjolkan pribadinya (Ignas Kleden, 2009). Yang lebih menarik, masing-masing tim sukses juga melakukan argumentum ad populum dengan bahasan dan bidang yang berbeda. Masing-masing saling mengklaim bahwa pihaknyalah yang berjasa.
Lain lagi dengan kecenderungan berikut, jika kita perhatikan ketiga pihak yang diwakili oleh tim sukses masing-masing tampak saling menyerang secara pribadi. Misalnya dengan menyebut “..beliau terlalu berpikir secara akademis”, atau “kecenderungannya lebih didasarkan pada pribadinya yang berpihak pada asing”, dan contoh lain “pendapatnya hanya berkisar pada tatanan sistemik tanpa kesinambungan dalam implementasinya” . Contoh-contoh pernyataan yang demikian menunjukkan bahwa mereka sedang melakukan argumentum ad hominen yang berarti memberikan jawaban dengan cara menyerang pesaingnya secara pribadi dan juga pihak yang meragukan kemampuannya (Ignas Kleden, 2009). Menarik memang jika politik dikaji dari sudut pandang yang berbeda. Secara psikologis, argumen-argmen yang dikeluarkan memang wajar melihat posisi mereka sebagai pendukung dari masing-masing pihak yang berlainan. Apapun jawaban maupun argumen yang diberikan pasti ujungnya untuk memberikan pembelaan bagi pihak yang didukung. Kalau sudah begini, rakyatlah yang kemudian harus cerdas menentukan pilihan. Suguhan tersebut hanya provokatif bagi rakyat, dan seharusnya menjadi pemantik untuk dikaji lebih dalam mengenai apa yang sebenarnya sedang mereka bicarakan, dan apa yang sesungguhnya akan mereka kerjakan kelak setelah berhasil meraih tampuk kepemimpinan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar